MENGENAL METODE BELAJAR MEMBACA AL QUR'AN DI INDONESIA


Ada beberapa metode pembelajaran yang lazim digunakan di Indonesia untuk belajar membaca Al Qur'an :
1. Metode Baghdadi
Metode ini digunakan oleh "zaman old", artinya, metode yg paling "senior". Ciri khasnya jika anda diajari : Alif Fatihah "A" Alif kasroh "I" maka itu metode Bagdadi atau "turutan". Keunggulan metode ini yakni mudah diajarkan klasikal.

2. Metode Iqro'
Disusun oleh KH As'ad Humam dan team tadarus 'am Yogyakarta. Metode Iqro' adalah metode yang paling banyak digunakan serta bukunya mudah dicari. Terdiri dari 6 jilid

3. Metode Qiroati
Metode ini disusun oleh KH Dahlan Salim Zarkasyi dari Semarang. Metode Qiroati menerapkan disiplin yang tinggi, dimana pengajar harus bersyahadah, telah di tashih dan tahsin, ikut talaqqi dan musyafahah serta pembinaan secara struktural. Terdiri dari 6 jilid. Dilengkapi dengan Gharib dan Musykilat. Metode Qiroati memiliki motto : "Jangan mewariskan bacaan yang salah karena yang benar itu mudah"

4. Metode Tamhid Iqro'Qiroati
Disusun oleh Ustad Abu Hazm Muhsin, alumni Yaman. Disusun secara sistematis dengan pendekatan tajwid dan makhraj yang praktis. Terdiri dari 5 jilid. Metode Tamhid pertama kali juga digunakan di Yaman.

Serta beberapa metode terkenal lain seperti Yanbu'a, an Nur, dsb.
Adapun Muhibbul Qur'an Studyclub-- Tempuran Wanayasa, saat ini menggunakan metode Tamhid. Sedangkan penulis pernah belajar menggunakan Iqro' dan Qiroati.

Apapun metodenya, semua memiliki keunggulan. Peran Guru dan keikhlasan mengajar tetaplah paling dominan dalam mengajarkan Al Qur'an. Tanpa itu, kesungguhan untuk mewariskan bacaan yang benar tak akan terwujud.
Wallohu'alam.
Sigong, Tempuran, 29 Januari 201

PENTINGNYA MEMAHAMI AL WAQFU WAL IBTIDA’ DALAM MEMBACA AL QUR’AN


Pernah suatu ketika, pada bulan Ramadhan penulis singgah di sebuah Masjid. Kebetulan, di masjid itu para pemuda, remaja dan anak-anak sedang membaca Al Qur’an. Sebagai penyemangat dan syiar, mereka menggunakan pengeras suara.

Ya, ada kebahagian di satu sisi melihat keaktifan mereka dalam membaca Qur’an. Namun, ada juga rasa keprihatinan jika menyimak bacaaan mereka. Terkesan asal. Makraj dan tajwid masih butuh belajar. Jauh dari fasih. Dan, cara membaca mereka, baik cara berhenti maupun melanjutkan bacaan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah membaca Qur’an yang baik dan benar.

Nah, pada tulisan kali ini penulis akan membahas secara khusus mengenai Al Waqfu wal Ibtida’. Apa itu? Al Waqfu wal Ibtida’ adalah cara berhenti dan melanjutkan bacaan saat membaca Al Qur’an.

Jadi, membaca Al Qur’an itu tidak boleh menghentikan dan melanjutkan bacaan secara sembarangan. Berhenti (menghentikan nafas) lalu ambil nafas dan melanjutkan bacaan kembali adalah kekeliruan. Membaca Qur’an tidak sama dengan membaca biasa, dimana kita bisa ambil nafas, berhenti dan melanjutkan kata-kata dengan sesuka hati. Jika berhenti  dan melanjutkan membaca ayat secara asal, dikhawatirkan merusak makna dan struktur kalimah dalam sebuat ayat al Qur’an. Jadi, ada panduanya.
Mari kita mulai. Al Waqfu atau waqof (bukan wakaf) secara bahasa berarti berhenti. Sedangkan secara istilah ialah menghentikan bacaan Al Qur’an dengan sekali nafas atau sebab-sebab tertentu. Sedangkan ibtida’ adalah memulai bacaan Qur’an pada kalimah yang tidak merusak susunan makna.
Waqof (waqaf-sesuai pedoman translate), dibagi menjadi empat :
Pertama, Waqaf intizhari. Yaitu berhenti pada kalimah yang belum sempurna. Sebagaimana yang dilakukan dalam proses belajar Al Qur’an dalam rangka menguasai cara bacaan dan ilmu qira’at. Hukumnya diperbolehkan.
Kedua, waqaf Ikhtibari. Secara bahasa berakti memberi keterangan. Yaitu berhenti pada kalimah yang belum sempurna. Sebagaimana yang dilakukan Ustadz untuk menguji muridnya dalam proses belajar membaca al Qur’an maupun menghafal Qur’an. Hukumnya boleh.
Ketiga, Waqaf Idh-Thirari. Secara bahasa berarti darurat. Yaitu berhenti pada bacaan yang belum sempurna maknanya disebabkan karena kondisi darurat dan tidak sengaja karena terpaksa batuk, bersin, lupa, kehabisan nafas, menjawab salam. Hukumnya boleh.
Keempat, Waqaf Ikhtiyari. Artinya ialah memilih. Ini adalah pedoman ber-waqof atas pilihan sendiri. Bukan karena darurat atau menunggu dalam proses belajar. Yaitu berhenti pada kalimah yang sempurna sesuai dengan pemahaman kaidah al Waqfu wal ibtida’ dan ilmu bahasa arab.

Jadi, panduan ber-waqaf ada pada jenis waqaf yang keempat yakni waqaf al ikhtiyari yang dibagi menjadi 4 :
1.    Waqaf tamm. Kata tamm berarti sempurna kalimatnya. Berhenti pada kata atau kalimah yang sempurna dan tidak memiliki keterkaitan baik dari lafadz maupun makna kalimah pada ayat setelahnya. Tandanya yaitu waqaf lazim (mim kecil di atas) dan waqfu aula (berhenti lebih utama) tandanya huruf qof lam ya.
2.    Waqaf Kafi
Kafi berarti cukup. Berhenti pada kalimah yang tidak ada kaitannya dengan lafadz, tetapi ada kaitannya dengan makna. Tandanya waqaf jaiz huruf jim.
3.    Waqaf  Hasan
Hasan maksudnya adalah baik, yakni berhenti pada kalimah yang sempurna susunannya tetapi masih ada keterkaitan dengan kalimah sebelum atau setelahnya. Tanda waqaf wahsu aula (sambung lebih utama/sebaiknya diteruskan) yakni huruf shod lam dan ya’.
4.    Waqof Qabih
Qabih berarti buruk. Berhenti pada makna yang buruk karena susunan yang tidak sempurna. Tandanya adalah jika ada tanda ‘Adamul waqaf (dilarang berhenti) berupa  huruf Lam Alif gandeng.
Pada dasarnya, panduan al waqfu wal ibtida’ (memulai dan menghentikan bacaan) adalah senantiasa berhenti pada akhir ayat dan memulai  kembali ayat setelahnya tanpa mengulang. Kemudian harus berhenti pada tanda waqaf lazim (mim kecil di atas), sebaiknya berhenti pada waqfu aula (qof lam ya), boleh berhenti dan boleh diteruskan ( tanda fa’, jim), sebaiknya diteruskan (tanda shod lam ya), dan harus diteruskan (tanda lam alif).
Akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.
Adi Esmawan, Pengasuh MQstudyclub

DO’A KALAM QODIM : HARAPAN PARA PECINTA AL QUR’AN


DO’A KALAM QODIM : HARAPAN PARA PECINTA AL QUR’AN

Bagi kalangan pesantren, TPQ dan pengajian kampung, Do’a Kalam Qodim adalah permohonan yang biasa disenandungkan sebelum ngaji Qur’an dimulai. Do’a dengan makna harapan yang begitu dalam. Do’a segenap cita dengan perantara kalam Ilahi. Do’a  yang  menyiratkan betapa tingginya fungsi dan keluhuran Al Qur’an bagi kehidupan singkat ini.

كَلاَمٌ قَـدِيْمٌ لاَّ يـُمَلُّ سَـمَاعُهُ ۝ تَنَـزَّهَ عَـنْ قَـْولٍ وَّفِـعْلٍ وَّنِـيَّةِ
بِهِ أَشْتَـفِيْ مِـنْ كُلِّ دَاءٍ وَّ نُوْرُهُ ۝ دَلِـيْلٌ لِّقَلْبِي عِـنْدَ جَهْلِيْ وَحَيْـَرتِيْ
فَـيَا رَبِّ مَـتِّعْنِي بِسِرِّ حُـرُوْفِهِ ۝ وَنَـوِّرْ بِهِ قَلْبِـيْ وَسَـمْعِيْ وَمُقْلَتِيْ

Simak teks latin dan terjemahan berikut :
Kalamun Qodimun La yumalu sama’uhu
Al Qur’an, Kalam terdahulu yang tiada bosan kami mendengarkan lantunannya

Tanazzaha ‘an qouly wa fi’ly wa niyati
Yang membasuh dari segenap perkataan, perbuatan dan niyat (yang buruk)

Bihi astafiminkulli da’i wa nuruhu
Maka dengan perantara Qur’an (yang kami baca), obatilah kami dari segala penyakit, dan cahyanya

Dalilul li qolbi ‘in dahjahly wa khaeroty
Yang menjadi penerang hati, ketika kami dalam kebodohan dan kebingungan

Fayarobbi mati’ni bis sirri hurufihi
Maka Ya Robb, curahkanlah kepada kami ilmu yang tersembunyi dari balik huruf-huruf (Al Qur’an)

Wa nawir bihi qolbi wa sam’i wa muqlati
Dan sinarilah hati kami, pendengaran kami, dan penglihatan kami dengan Al Qur’an.

Sungguh, dari tiap kalimat do’a di atas, mengingatkan dan menyiratkan kepada kita akan ketinggian fungsi Al Qur’an bagi hidup. Mulai dari fungsi pedoman, petunjuk, hingga obat (syifa’) bagi penyakit, utamanya penyakit hati dan jiwa.


Semoga, dengan mendengarkan bacaan Al Qur’an saja, terbasuh perkataan, perbuatan dan niat buruk kita. Bergetar hati kita. Trenyuh. Dinding nurani kita seakan tersentuh dan terpaut dengan getaran kalam ilahi. Dan itulah tanda keimanan. Bahwa ketika diperdengarkan ayat-Nya, hati kita masih merespon.

Kedua, dengan perantara Qur’an, kita memohon kesembuhan dari segala penyakit. Jasmani dan ruhani. Penyakit hati. Gelapnya nurani. Dan juga memohon tercerahkan dari kebodohan dan kebingungan.

Ketiga, kita memohon kepada Allah agar mencurahkan ilmu, pengetahuan dan pemahaman atas apa yang tersembunyi di balik tiap-tiap huruf Al Qur’an. Itulah mengapa kita disuruh taddabur Al Qur’an.

Terakhir, kita memohon lagi agar tersinar hati kita dengan pancaran Al Qur’an. Dijernihkan pendengaran dan ketajaman penglihatan kita atas kehidupan.

Silahkan do’a Kalam Qodim ini dibaca, disenandungkan sebelum membaca Qur’an. Memang tidak ada dalilnya. Namun do’a adalah harapan. Do’a adalah salah satu inti dari ibadah. Karena do’a adalah bukti, bahwasanya kita hanya percaya pada kekuasaan Robbul Alamin, yang titah dan pesan-pesan-Nya termaktub dalam Al Qur’an.
Wallohu’alam bi showab.

Adi Esmawan, Pengasuh MQ StudyClub

Pesan Penting Abah Najib untuk Para Santri

Dalam sebuah kesempatan, di aula pondok Pesantren Al Fatah Banjarnegara, Gus Najib (begitu para santri lebih akrab memanggil KH. M. Najib Hasyim, allohuyarham), memberikan pesan terhadap kami.

"Nek wis metu kang pondok, dadia kyai. Nek dagang, yo dadia Kyaine pedagang. Nek dadi petani, yo dadia kyaine wong tani, nek dadi tukang becak dadio kyaine tukang becak. Amarga dadi kyai kuwe ora kumudu duwe pondok, nganggo kupluk sarungan serbanan. Nang ndesa dadi panutan ngamalaken ilmu sing ulih Nang pondok senajan sethithik, iku yo kyai." Tegas Gus Najib dengan aksen jawa ngapak dan nada beliau yang khas.

Kurang lebih dalam bahasa Indonesia, beliau berpesan, jika sudah di rumah sekembalinya dari pondok, jadilah kyai. Kalau jadi pedagang, jadilah "kyainya" para pedagang. Kalau jadi petani, jadilah kyainya para petani. Bahkan kalau jadi tukang becak sekalipun, jadilah kyainya para tukang becak. Karena "kyai" tidak harus punya pesantren, pakai kopiah, sarungan, pakai sorban. Di desa jadi panutan dan mengamalkan ilmu dari pondok walau sedikit, itu juga termasuk kyai.

Saat penulis mondok di Pon Pes Al Fatah Banjarnegara, Gus Najib masih menjadi anggota DPRD. Di tengah kesibukan beliau sebagai wakil rakyat, beliau tetap mengajar para santri. Utamanya hari Ahad menjadi badal Abah Hasyim mengajar kitab Ihya' Ulumuddin karya Imam Al Ghazali di serambi masjid Al Fatah. Di bulan puasa secara full satu bulan beliau mengajar kitab Al Luma', sebuah kitab klasik yang membahas perihal Ushul fiqh.
Ya, Abah Najib telah berpulang  keharibaan Alloh Ta'ala pada  Selasa, 3 Januari 2018 lalu. Tentu menyisakan banyak kesan, kenangan, dan wejangan bagi para santri-santrinnya.
Penulis sendiri tidak mengenal Abah Najib secara personal. Namun sebagai santri yang sangat hormat dan segan pada beliau. Saking segan dan pekewuhnnya, saat wisuda STIMIK Tunas Bangsa pada 27 September 2017, hendak meminta foto bersama dengan beliau saja saya tidak berani. Waktu itu, beliau masih sehat wal afiat, nampak gagah dengan memakai batik sarimbit warna cokelat agak kuning bersama ibu Nyai. Nurlaeli Khikmawati.
Dan  juga waktu penulis mondok, Abah Hasyim (KH Hasyim Hasan Fattah) masih membimbing kami secara dekat melalui sorogan dan bandongan (metode mengaji khas pesantren tradisional). Sedangkan Abah Najib waktu itu masih aktif sebagai wakil rakyat dan politisi.

Namun sosok Abah Najib sangat menginspirasi. Nasehat dan wejangan beliau selalu dinantikan jika kebetulan mengisi acara pondok.
Diantara wejangan yang paling berkesan selain tulisan saya di atas :
1. Santri juga harus belajar ilmu umum dan modern, agar tidak kalah dengan zaman dan juga kalah dengan sekolah-sekolah seminari.
2. Beliau pernah singgah dan belajar di luar negeri, dan telah beliau simpulkan bahwa Ahlussunah waljama'ah adalah manhaj yang Haq dan benar.
3. Jadi santri dan "kanggo" (berguna) di masyarakat, jangan sedikit-sedikit minta dihormati atau dihargai. Baru punya murid di TPQ, sudah minta dicium tangan. Baru ngisi pengajian di mushola, sudah minta dihormati. Jangan sekali-kali seperti ini. Tetaplah tawadhu' dan hormatilah yang telah lebih dahulu memperjuangkan agama di desa.
4. Sistem bernegara dan demokrasi di Indonesia sebenarnya sudah sesuai Qur'an dan Sunnah jika kita mau menggali apa yang ada di balik Qur'an. Contohnya pemilihan umum.
Dalam memilih pemimpin, konsep yang digariskan Islam ada banyak pilihan. Ketika Nabi wafat, sahabat mengadakan musyawarah dan aklamasi menunjuk Sayyidina Abu Bakar. Kemudian saat Sayyidina Abu Bakar wafat, beliau menunjuk langsung Sayyidina Umar. Dan saat Sayyidina Umar wafat beliau meminta rakyat memilih diantara 4  sahabat utama  sebagai pengganti. Dan semuanya dilanjutkan dengan baiat rakyat pada pemimpinnya.
Nah, pemilihan umum juga mengadopsi "baiat" ala sunnah shohabat. Bedanya, baiat dilakukan dengan cara "mencoblos". Artinya, nawaitu dan tujuan mencoblos, sama dengan "berbaiat" menyerahkan mandat dan amanah kepada pemimpin. Beliau juga mewanti-wanti agar tetap mengikuti jejak para sahabat dengan ayat "Wa sabiqunal awwaluna minal muhajirina wal ansori waladzina tabba'uhum bil ihsan".
Pesan Gus Najib yang paling esensi dan sangat penting menurut saya, adalah amalkan ilmu dari pondok walaupun sedikit. Percumah mondok di pesantren puluhan tahun, kitab kuning satu lemari. Tapi di masyarakat tidak ditularkan atau di kehidupan tidak diamalkan. Dan disinilah lahan perjuangan santri yang sesungguhnya.
Gus Najib telah pergi, namun ilmu dan semangat perjuangan beliau masih tetap di sini. Di hati sanubari kita para santri. Terkenang beliau yang berdakwah hingga ke pelosok dukuh, bahkan saat-saat terakhir dalam keadaan sakit, beliau tetap menyempatkan menyampaikan ilmunya kepada masyarakat. Semoga Robbul Izati menempatkan beliau di tempat yang terbaik.
Wallohu'alam bi showab.


Tempuran, 06 Januari 2018
Adi Esmawan,
Santri PP Al Fatah (2005-2009)
Pengasuh Muhibbul Qur'an Studyclub

Keterangan foto :
1. Gus Miftahudin bersalaman dengan Abah Najib Hasyim pertengahan tahun 2017 di Dukuh Legoklangkir Wanayasa
2. KH Mohammad Najib Hasyim saat berdakwah di Hongkong beberapa tahun lalu.

Guz Azmi : Pesona Santri Pelantun Shalawat

Nama M. Ulul Azmi Askandar Al Abshor mungkin tidak begitu terkenal di kalangan selebritas. Namun bagi  remaja para pecinta shalawat, Guz Azmi, santri Pondok Pesantren Nurul Qodim, Kalikajar, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, sangatlah kondang lagi populer.

Awalnya, adalah sebuah akun youtube group Sholawat “Syubbanul Muslimin”, yang mengunggah sebuah video sholawat “An Nabi Sholu ‘Alaih”. Vokalnya adalah seorang remaja tampan, ya, dialah M. Ulul Azmi Askandar Al Abshor atau lebih terkenal dengan sebutan “Gus Azmi”.

Putra pertama dari tiga bersaudara pasangan Ahmad Ulil Abshor Ishomudin dan Bunda Laila  Syadzili Askandar. Guz Azmi berasal dari Kanigoro, Blitar Jawa Timur dan ayahandanya adalah alumni Pondok Pesantren Lirboyo Jawa Timur.


Usia Guz Azmi masih sangat belia, yakni 14 tahun (lahir 23 April 2004) dan masih duduk di kelas VIII Tsanawiyah. Menurut cerita ayahandanya di salah satu akun sosial media, sejak kecil Guz Azmi memang sudah berprestasi.


Kini, salah satu vokal hadroh “Syubbanul Muslimin” asuhan KH. Hafizul Hakiem Noer yang juga merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qodim Probolinggo Jawa Timur menjadi idola baru khususnya bagi remaja putri. Wajahnya yang tampan rupawan serta suaranya yang mengalun merdu, ditambah statusnya sebagai santri, akan menjadi pesona tersendiri.

Alunan  merdu Gus Azmi akan dapat dinikmati melalui akun youtube “Syubbanul Muslimin” yang membawakan beberapa sholawat yang siap menjadikan anak-anak milinial lebih cinta terhadap syiar Nabi Muhammad SAW. Meski kadang harus “baper” karena Guz Azmi juga membawakan senandung rindu dan cinta.


Source foto : akun instagram bebe-culent

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
| - | |